00.00
Bahkan di titik terakhir, kita masih bisa memiliki definisi ambivalen; kembali ke 00.00 sebelumnya atau mengejar 00.00 setelahnya. Kelak kita – dalam stigma entitas makhluk beradab -- mengerti bahwa relung sarat dengan friksi, baik antara orang yang tidak dikenal atau bahkan orang yang dekat. Friksi-friksi tersebut lahir sebagai pemicu atas ketidaksesuaian yang hadir dalam 23.00 dan determinasi dalam 01.00. Namun, pertanyaan yang muncul selanjutnya ialah bagaimana friksi tersebut dapat melahirkan ketidaksesuaian, keengganan, atau bahkan melahirkan pelajaran selanjutnya untuk sampai pada titik terakhir. Manusia, dengan pemahaman yang tidak terkurung, akan selalu mengartikan friksi dalam dua kondisi, yaitu untuk dapat memutar atau melanjutkan waktu sebagai variable terikat atas pemikiran dan tindakan yang beriringan. Mereka kelak juga akan mengetahui bahwa sesuatu perlu diperbaiki dalam 00.00 sebelumnya karena sebuah spontanitas kebodohan atau mengejar 00.00 selan