Posts

Showing posts from March, 2017

00.00

Bahkan di titik terakhir, kita masih bisa memiliki definisi ambivalen; kembali ke 00.00 sebelumnya atau mengejar 00.00 setelahnya.                 Kelak kita – dalam stigma entitas makhluk beradab -- mengerti bahwa relung sarat dengan friksi, baik antara orang yang tidak dikenal atau bahkan orang yang dekat. Friksi-friksi tersebut lahir sebagai pemicu atas ketidaksesuaian yang hadir dalam 23.00 dan determinasi dalam 01.00.  Namun, pertanyaan yang muncul selanjutnya ialah bagaimana friksi tersebut dapat melahirkan ketidaksesuaian, keengganan, atau bahkan melahirkan pelajaran selanjutnya untuk sampai  pada titik terakhir. Manusia, dengan pemahaman yang tidak terkurung, akan selalu mengartikan friksi dalam dua kondisi, yaitu untuk dapat memutar atau melanjutkan waktu sebagai variable terikat atas pemikiran dan tindakan yang beriringan. Mereka kelak juga akan mengetahui bahwa sesuatu perlu diperbaiki dalam 00.00 sebelumnya karena sebuah spontanitas kebodohan atau mengejar 00.00 selan

01.00

Ketika kamu sudah berada di hadapan rahasia dan di belakang kata-kata, kamu harus berjalan untuk menuntaskannya. Dalam 23.00, kita belajar bahwa selalu ada kesempatan untuk dapat memberikan waktu berpikir ulang atas suatu determinasi. Namun, ketika konsensus atas diri sendiri mengatakan untuk terus berlaju, kita harus terus berjalan untuk mengejar arti konsistensi yang melekat di sekitar kita. Dengan memegang konsiderasi ketidasesuaian, kita dihadapkan pada tuntutan untuk menahan beberapa menit untuk mundur dalam fragmen 23.00 atau maju ke arah 01.00 sebagai analogi ruang yang kita pilih. Selanjutnya, jika kita sudah berada dalam masa yang bergerak, adalah suatu tugas kita untuk terus menuntaskannya dengan apik. Pasalnya, masing-masing di antara kita telah berjalan di antara kata-kata yang terisap seiring perjalanan walaupun pada akhirnya beberapa akan ditinggalkan. Apik tidak didefinisikan sebagai arti tuntutan kesempurnaan hasil, tapi mengarah kepada komitmen dan ca

23.00

Jika memang tinggi dan rendah adalah hal yang harus dilalui, untuk apa kamu memikirkan persimpangan hanya untuk berlari?             Dalam rentetan mili detik, setiap manusia memiliki setidaknya satu tujuan untuk dicapai dalam satu mili detik selanjutnya, entah hanya untuk tidur lagi, makan, mengerjakan tugas, atau menunda untuk mengerjakan tugas. Kehidupan manusia memang sesederhana itu dalam berpikir dan bertujuan, ya, setidaknya hal ini benar tanpa memikirkan anomali dari pilihan pribadi yang berbentrokan dengan pilihan orang lain dalam ritme sebab akibat. Pernahkah masing-masing kalian berpikir atas anomali yang termanifes dalam sebuah kompleksitas keputusan hanya untuk meninju atas pilihan selanjutnya? Lalu, sepintas menemui imaji-imaji yang dekat, tapi singkat cerita menjadi definisi bodoh lantaran kamu tahu bahwa titik di mana kita berdiri adalah hasil dari konstelasi pikiran kamu dan orang lain yang sejatinya dapat dipilih. Di sini saya tidak berdiri untuk memperdebatka