23.00

Jika memang tinggi dan rendah adalah hal yang harus dilalui, untuk apa kamu memikirkan persimpangan hanya untuk berlari?

            Dalam rentetan mili detik, setiap manusia memiliki setidaknya satu tujuan untuk dicapai dalam satu mili detik selanjutnya, entah hanya untuk tidur lagi, makan, mengerjakan tugas, atau menunda untuk mengerjakan tugas. Kehidupan manusia memang sesederhana itu dalam berpikir dan bertujuan, ya, setidaknya hal ini benar tanpa memikirkan anomali dari pilihan pribadi yang berbentrokan dengan pilihan orang lain dalam ritme sebab akibat. Pernahkah masing-masing kalian berpikir atas anomali yang termanifes dalam sebuah kompleksitas keputusan hanya untuk meninju atas pilihan selanjutnya? Lalu, sepintas menemui imaji-imaji yang dekat, tapi singkat cerita menjadi definisi bodoh lantaran kamu tahu bahwa titik di mana kita berdiri adalah hasil dari konstelasi pikiran kamu dan orang lain yang sejatinya dapat dipilih.

Di sini saya tidak berdiri untuk memperdebatkan rumitnya apa-apa yang masuk dalam setiap mili detik saya. Hanya saja, ketika sebuah definisi konkret tidak memiliki kesesuaian, apakah pemikiran tersebut harus terus dipajang dan diperlihatkan kepada setiap lawan bicara dengan aksi? Pasalnya, ketidaksesuaian itu saya pandang sebagai sebuah ajang untuk berlari ke mili detik sebelumnya untuk sekadar mengulang kembali pilihan yang ada. 

         Pada akhirnya, ini bukan hanya permasalahan konteks konsistensi dalam berpikir, tapi pencarian jalan pulang hanya untuk menemukan saraf yang menstimulasikan keselarasan dengan alat yang dimiliki. Mengenai arti komitmen, kehidupan tidak serta merta mengatakan komitmen atas apa yang kita terus lakukan, tapi apa yang kita pikirkan ketika ketidaksesuaian menepi.

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Waktu, Rindu, dan Satu - Apresiasi Film Flipped

Menelisik Fokus Pemerintah Terhadap Pengembangan Infrastruktur Melalui APBN 2017

Anomali Toleransi