15 days

“Travel is learning that the journey is as memorable as the destination.”
-          Critical Eleven, Ika Natassa

Well, I’m not going to tell you about travelling experience to some beautiful cities in the world. But, I’m going to ask you to join me in my journey reaching destination as senior high school student. Yes, this is my story of 15-days journey to get into my dream university. Kinda classic story tho.

Cerita mendapatkan universitas negeri memang memiliki keunikannya tersendiri bagi mereka yang ikut ambil bagian di dalamnya. Termasuk saya. Banyak yang bilang kalau perjuangannya jauh lebih sulit daripada ujian nasional – selanjutnya disebut UN – yang harus anak SMA hadapi sebelum ujian masuk universitas. Saya pun setuju. Jika harus dibandingkan antara perjuangan saya memersiapkan UN dan mendapatkan kuliah, maka perbandingannya adalah 6:10. Padahal waktu yang saya miliki dalam memersiapkan UN jauh lebih lama daripada ujian masuk universitas. Saya memulai memersiapkan UN semenjak kelas 12 semester dua. Jika dihitung sampai dengan hari UN tiba, maka saya memiliki waktu empat bulan untuk bersiap-siap. Walaupun lama, fokus saya saat itu harus terbagi-bagi antara ujian sekolah, ujian praktik, dan ujian nasional.

Berbeda ketika saya memersiapkan untuk ujian masuk universitas yang saya jalani selama 15 hari. Fokus saya hari itu hanya satu, yaitu mendapatkan PTN, tidak ada yang lain. And I know, you”ll ask about this, “Why you prepare the SBMPTN just 15 days before?”  Ya karena sebelumnya saya mencoba SNMPTN dengan harapan penuh akan lolos. Maklum, di tahun sebelumnya banyak kakak kelas yang lolos ke kampus tersebut. Namun, hasil berkata kalau saya gak lolos, I’m failed, begitupun juga teman-teman saya yang daftar ke kampus tersebut. Entah kenapa saya tidak terlalu kecewa dengan hasilnya karena kampus yang saya tuliskan di SNMPTN memang bukan kampus impian saya. Saya menuliskannya di SNMPTN karena berada di wilayah yang sama dengan SMA saya, ada kakak kelas saya di jurusan dan kampus tersebut, serta lebih masuk akal diraih jika dibandingkan dengan kampus impian saya.

Berbicara mengenai kampus impian, saya memang telah berkeinginan untuk masuk ke kampus tersebut sejak kelas 11. Saya juga bilang ke teman-teman saya di SMA kalau saya mau masuk universitas tersebut. We could call it as public commitment. Kakak kelas yang sudah berkuliah di jurusan tersebut pun saya tanya habis-habisan tentang seluk beluk jurusan dan prospeknya nanti. Untuk menjaga ambisi dan doa, di halaman pertama dan terakhir buku jurnal SMA, saya tuliskan nama kampus tersebut beserta jurusannya.

Balik ke cerita, gagal di SNMPTN membuat saya kebingungan. Apakah saya harus ikut SBMPTN atau memilih masuk ke universitas swasta yang telah jauh-jauh hari saya pilih. Secara, 15 hari adalah waktu yang singkat untuk memersiapkan amunisi menghadapi SBMPTN. Berpikir secara penuh semalaman suntuk, saya akhirnya memutuskan untuk mencoba SBMPTN.

Eksekusi 15 hari dimulai
*memasang ikat kepala*
*menyiapkan susu beruang satu dus*

Dalam tiga hari pertama, saya menghabiskan sebuah buku tebal berisikan soal-soal SBMPTN dan prediksi-prediksinya. Satu hari bisa lima kali mengerjakan paket TKD Soshum dan TKPA. Saya juga bertanya ke tiap kakak kelas mengenai kiat-kiat SBMPTN, cara belajar, sampai memilih jurusan versi mereka masing-masing.  Esoknya, ketika sedang beristirahat dari belajar, saya membuka grup WA yang ramai membicarakan persiapan SBMPTN. Muncul pesan rekomendasi dari teman saya di grup, dia bilang kalau ada aplikasi belajar online yang bisa membantu persiapan SBMPTN, yaitu Zenius.

Awalnya saya mikir dulu, will this be worth for me? Sayang juga kan kalau udah beli, tapi ternyata gak ngefek apa-apa. Namun, karena asupan materi semakin berkurang, saya coba beranikan diri beli voucher Zenius yang sebulan. Well, semenjak hari itu – saat akhirnya saya membeli voucher dan mengaktivasikannya – saya membuat jadwal belajar yang ketatnya parah. Jadwal yang telah dibuat bukanlah formalitas dan wacana belaka. Saya memang benar-benar menjalankannya. Bahkan, saya sering menambah alokasi waktu tiap jamnya sampai-sampai tidur larut malam. Buku-buku SBMPTN dan Zenius telah menjadi teman makan saya, teman sebelum tidur, teman bangun tidur, sampai teman seperjalanan. Yap, teman seperjalanan. Suatu ketika saya harus pergi ke suatu tempat naik kereta, selama perjalanan saya terus menonton Zenius sampai baterai smartphone dan kuotanya habis. Jika ditotal sampai akhir perjalanan SBMPTN ini, saya telah menghabiskan kurang lebih 20 GB untuk menonton Zenius.

                Zenius somehow emang bikin nagih. Di dalamnya, materi SBMPTN dikupas di intinya, tidak bertele-tele ke lapisan yang gak penting. Zenius ini saya gunakan untuk menggali materi lebih dalam lewat teori-teori dan pembahasan soalnya. Gaya pengajarannya juga asik, serasa punya teman yang pintarnya luar biasa. Setelah mendalami materi, saya lanjut mengikuti try out yang ada di buku dan juga yang diadakan gratis secara online untuk mengukur sampai mana kemampuan saya.

                Rutinitas baru tersebut terus berjalan dan makin keras tiap harinya. H-7 ujian kakak kelas saya menyarankan untuk membeli buku Wangsit yang katanya sangat berguna. Di hari itu, saya langsung kontak agen-agen reseller yang ada. Cukup sulit memang mencari buku itu karena hampir semuanya sudah ludes terbeli. Sampai akhirnya ada satu stok paket buku SBMPTN Soshum yang masih tersedia di agen di aderah Tebet. Saya pun langsung bergegas kesana, bersamaan dengan mengambil buku-buku SBMPTN pemberian kakak kelas di Lentengagung. Dengan adanya asupan baru tersebut, kegiatan belajar saya semakin menggila. Rasanya tidak ingin ada soal yang kosong tidak terjawab. Sampai-sampai orang tua saya merasa bingung melihat saya yang tiap hari di kamar berkutat dengan buku-buku dan laptop berisikan materi SBMPTN. Selain mengisi otak, saya juga menambah asupan motivasi. Ohiya, tadi saya bilang tentang menjaga ambisi, bukan? Dan inilah salah satu cara lainnya, mencari motivasi. Di waktu luang saya membaca perjuangan-perjuangan mereka yang lolos ujian masuk universitas di tahun-tahun sebelumnya lewat blognya masing-masing, kurang lebih seperti blog ini. Hal ini penting bagi saya yang ketar-ketir menanti ujian dan mengalami krisis ambisi. Mendekati ujian, H-4 lebih tepatnya, tiba-tiba saya kehilangan semangat belajar karena terus merasa kurang dengan hasil try out yang naik turun. Sampai-sampai harus saya paksakan pelan-pelan menelan materi yang ada. Pelan-pelan belajar sambal main game atau buka media social. (this is actually not really good though. Don’t follow this way)

                Hari ujian SBMPTN pun tiba, Hari ketika perjuangan 15 hari ini harus dibuktikan. Rencana, ambisi, dan doa sudah hadir, tinggal bagaimana saya mengeksekusi soal yang membuat hampir semua siswa SMA depresi.

                Singkat cerita, setelah melewati ujian SBMPTN, saya merasa galau yang luar biasa. Ya gimana enggak, soal-soal TPA yang harusnya dapat diandalkan malah menjadi soal tersulit dalam tes karena soalnya berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Sepertinya Kemenristekdikti memang ingin terus meningkatkan standard ujian dari tahun ke tahun. Jadi, untuk kalian yang akan mengikuti SBMPTN tahun depan silakan bersiap-siap :) semakin dini kamu memersiapkannya, semakin banyak materi yang kamu dapat. Namun, saya juga gak akan bilang kalau kamu akan merasa yakin dan aman. Don’t ask me why, you’re about to feel it soon.

                Kembali berbicara mengenai soal SBMPTN, untuk soal-soal selain TPA, saya merasa sama saja dengan tahun-tahun sebelumnya. Yap, tetap sulit, bagaimana namanya juga SBMPTN, pastinya akan sulit, ya. Walapun sebenarnya jenis dan materi soalnya dapat dengan mudah ditebak.

                Mereka bilang datang-kerjakan-lupakan, tapi tidak dengan saya. Masih ada ujian lima hari setelah hari itu. Jadi, saya memberanikan diri membahas soal-soal SBMPTN dan mencocokkan jawaban saya dengan kunci jawaban yang dikeluarkan oleh bimbel dua sampai tiga hari setelah ujian SBMPTN. Saat mengecek jawaban, rasanya degdegan. Jawaban yang saya kira benar malah salah dan yang saya kira salah salah justru benar. Lebih menyesal lagi mengosongkan soal yang ragu dijawab padahal kalau diisi saya akan dapat empat poin. Four point that could be our savior.

                Lima hari sebelum ujian mandiri ini, saya hanya belajar lewat soal-soal SBMPTN dan pendalaman teori di Zenius. Semua buku sudah saya lepas karena saya tahu ujian mandiri ini sulit dan gak bisa ditebak. Ketika hari ujian mandiri datang, saya tidak sepanik pada saat SBMPTN. Dan ketidakpanikan ini ternyata disambut baik oleh soal yang tidak lebih sulit dari SBMPTN. Rasa optimis saya pun jatuh di ujian mandiri ini.

                Menanti pengumuman yang kurang lebih selama 30 hari untuk SBMPTN dan 35 hari untuk ujian mandiri tidak membuat saya degdegan pada awalnya. Sampai ketika sudah H-10 pengumuman SBMPTN, saya mulai khawatir dengan hasilnya. Mau melakukan sesuatu pun rasanya gak nyaman, bawaannya ingin tidur dan bangun di hari pengumuman. Optimis bercampur pesimis mengarungi otak dengan stabil. Soalnya, dalam quickcount – perhitungan cepat nilai SBMPTN dengan cara mencocokkan jawaban masing-masing dengan jawaban yang dikeluarkan oleh bimbel – nilai SBMPTN saya tidak mencukupi nilai nasional minimal jurusan kampus impian saya. Beda nilai SBMPTN saya dengan nilai nasional minimal jurusan yang ingin saya tuju hanya lima (skala 0-1000) Lolos atau enggaknya pun sulit ditebak.

                Pengumuman yang ditunggu pun datang. Saya yang sudah siap menerima kata berwarna merah pelan-pelan membuka hasilnya lewat salah satu mirror website yang ada.
Saya perhatikan satu-satu kata di tautan yang ingin saya tuju.
Klik.
Kecepatan internet saat saya membuka tab pengumuman sangat stabil.
Well, ini internet emang baik banget gak pengen nambah saya makin degdegan.
Menginput nomor peserta dan tanggal lahir.
Mengela nafas sebentar.
Klik.
Lagi-lagi internetnya stabil.
*tab berganti*
Hasilnya berkata



Saya lolos.
Pikiran saya langsung membayangkan apa yang telah saya lakukan selama 15 hari sebelumnya. 15 hari rasa kompleks. Khawatir, semangat, ragu, dan segelintir kata sifat lainnya. Dan di hari itu, kata-kata terbaik terus terucap, alhamdulillah, terima kasih.
Lima hari berselang, hasil ujian mandiri ikut diumumkan. Ada rasa penasaran dengan hasilnya karena saat itu saya optimis. Entah benar-benar optimis atau mencoba optimis. Suara ambisi berteriak lolos, tapi suara empati mengajak ambisi untuk tidak mengudara. Satu slot itu bisa menciptakan tangis haru dan kata baik baru.
Klik.
Empati menang kali ini.
Ternyata saya tidak lolos.
Lega.
Aman.
….
And here we are, finally at the end of my journey. After all, we should believe that the journey is as important as the destination. And don’t ever forget that everyone has their own journey to reach their destination. But still, we could have one thing in common which is a passion to succeed, a passion to learn. So, keep this passion inside and don’t let anyone intervene it. Remember, your journey is your destination. You have your own way.

Well, good luck for us!
Thank you for visiting my blog and I’m really sorry if there is any offensive word on this post. Believe me, I didn’t mean that.

Comments

  1. Salut dengan perjuanganmu😊
    Don't forget to visit my blog www.khafidnrd.blogspot.co.id

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Waktu, Rindu, dan Satu - Apresiasi Film Flipped

Menelisik Fokus Pemerintah Terhadap Pengembangan Infrastruktur Melalui APBN 2017

Anomali Toleransi