Waktu, Rindu, dan Satu - Apresiasi Film Flipped
Judul di atas merupakan wujud konklusi dari penulis kepada film yang bertajuk drama romantis pada tahun 1960-an. Film dengan judul “Flipped” merupakan contoh salah satu film yang berhasil membuat penonton terkejut dengan isi ceritanya yang mampu mengalahkan ekspetasi dan praduga penonton.
Poster film Flipped (sumber: www.8tracks.com) |
Flipped menceritakan kehidupan sepasang manusia yang
bernama Juli Baker (Madeline Carroll) dan Bryce Loski (Callan McAuliffe) yang
berada dalam tahun-tahun atau zaman klasik, yaitu 1960-an. Mereka pertama kali
dipertemukan pada saat keduanya berumur tujuh tahun. Mereka bertemu pada saat
Brcye memutuskan untuk pindah ke kawasan perumahan yang nyatanya berseberangan
dengan rumah Juli. Pada pertemuan pertama mereka, Juli langsung jatuh cinta
kepada Bryce. Alasan kuat yang ia pegang adalah mata dan senyum Bryce yang
sangat menawan. Mulai dari saat itu, Juli melakukan hal apa pun untuk dapat mendekati
Bryce sang mata rupawan. Bryce yang semakin merasa terganggu oleh tingkah Juli
membuatnya melakukan hal-hal bodoh yang sekiranya dapat membuat Juli
membencinya. Tapi apadaya, bukannya semakin menjauh, Juli justru semakin
mendekatkan tekadnya untuk mencintai Bryce.
Namun, semua keadaan tersebut berujung terbalik (flipped) pada saat
keluarga Bryce memaki dan mencemooh keluarga Juli pada saat makan malam
bersama. Ditambah, Juli mengetahui bahwa Bryce telah membuang telur yang dkasih
oleh ayahnya. Padahal pada saat itu, Bryce telah merasakan bahwa hatinya
terarah kepada perempuan yang selama ini ia benci. Perjalanan cerita pun
berlangsung sangat berbeda. Jika sebelumnya, penonton diwujudkan antiklimaks
dari sisi Juli, kini keadaan alur tersebut diberikan dari sisi Bryce. Ia harus
menerima kenyataan bahwa Juli perlahan melupakannya. Sampai akhirnya, Bryce berhasil
kembali menarik senyum dari bibir manis Juli pada saat menanam pohon Sikamor.
Jika dilihat dari ceritanya, kisah yang diangkat dari
film ini memang sudahlah biasa atau dapat dikatakan umum. Namun, yang
membuatnya berbeda adalah pengemasan dan juga bagaimana pemeran pendukung
disekitarnya mampu mengangkat cerita tersebut menjadi lebih berwarna dengan
masih menjelaskan dominasi inti ceritanya. Menurut penulis, Rob Renier sebagai
sutradara telah berhasil mengadaptasikan cerita tersebut dalam bentuk film dari
novel Everybody karya Wendelin Van
Draaner.
Menurut penulis, diangkatnya cerita tersebut ke layar
kaca berkaitan dengan latarbelakang pasar industri yang sedang bergairah untuk
menghasilkan film yang memiliki unsur romantis dan mengangkat tahun klasik
sebagai latar suasananya, seperti Remember Me and Crazy Little Thing Called
Love. Di lain hal, pembuatan film bertemakan cinta juga tidaklah terlalu sulit
dibandingkan dengan genre lainnya, seperti action,
horror, atau thriller. Hal
tersebut dapat disimpulkan karena kekuatan cerita terdapat pada bagaimana sang
peran bermain bukan terpaku pada editing atau
efek yang diberikan.
Dalam sudut pandang
hiburan, jelas film tersebut telah mampu menghipnotis penonton. Dari data yang
dilansir www.imdb.com, rating yang ditunjukkan film tersebut adalah 7.7/10. Data tersebut
saya tujukan untuk memaparkan bahwa pandangan penulis dapat masuk ke dalam
ruang mayoritas yang memberikan kesempatan film tersebut untuk diberikan jempol. Kisahnya yang juga enteng dan tidak perlu pusing untuk
masuk ke dalam cerita adalah salah satu kelebihannya. Jadi, penonton tidak
perlu menggunakan otaknya secara penuh untuk berkonsentrasi pada film ini.
Sisi lain yang dapat digarap adalah nilai moral yang saya sangkut
pautkan dengan pendidikan. Sesuai dengan judul yang saya berikan, yakni “Waktu,
Rindu, dan Satu”. Nilai moral yang dapat diangkat bahwa masalah menyayangi satu
sama lain bukanlah perkara logika atau unsur sains yang dapat menerka dengan
pasti. Waktu, dapat mengubahnya seiring jalannya berlalu. Ketika semuanya
berubah, rindu akan menghampiri dan menyadarkanmu. Lalu, satu akan menjadi alasan selesainya cerita.
Menghargai kasih sayang yang diberikan orang lain juga merupakan unsur penting
dari film ini. Berkaitan dengan quote yang
pernah dibuat, yaitu “You can reject her love. But, At least, you can appreciate what love is.” Jadi walaupun
kamu sebenarnya tidak menyayanginya. Berusahalah untuk menghargai rasa yang
diberikannya. Jauh dengan nilai tersebut, secarik pengetahuan juga dapat kita
ambil dari film tersebut, yakni bagaimana mereka pada tahun 60-an berpakaian
dan berperilaku. Walaupun tidak dijelaskan secara gamblang.
Dalam pandangan estetika atau artistik, film tersebut
menjadikan dirinya lengkap. Gaya era 60-an yang disuguhkan berhasil membuat
latar menjadi tak kaku dan berwarna. Lalu, kehadiran ayah Juli yang memang
mengerti seni memberikan sentuhan artistik dalam film tersebut. Ditambah dengan
dikatakannya arti dari lukisan “Lukisan adalah sesuatu yang lebih dari sekadar
bagian-bagian”. Sungguh kalimat yang elok yang menjelaskan banyak hal dalam
sepintas kalimat.
Pada akhirnya, penulis berpendapat bahwa Flipped merupakan
film yang cocok untuk dinikmati dan disajikan di ruang keluarga sebagain sajian
yang padat akan unsur positif bagi setiap kalangan.
entahlah.. susah dimengerti mengapa saya suka sekali dan sangat menikmati film ini.
ReplyDelete